Tanya:
Ustadz, bagaimana kedudukan hadits ini:
“Pada suatu hari, saat kota Madinah sunyi senyap, debu yang sangat tebal mulai mendekat dari berbagai penjuru kota hingga nyaris menutupi ufuk. Debu kekuning-kuningan itu mulai mendekati pintu-pintu kota Madinah. Orang-orang menyangka itu badai, tetapi setelah itu mereka tahu bahwa itu adalah kafilah dagang yang sangat besar. Jumlahnya 700 unta penuh muatan yang memadati jalanan Madinah. Orang-orang segera keluar untuk melihat pemandangan yang menakjubkan itu, dan mereka bergembira dengan apa yang dibawa oleh kafilah itu berupa kebaikan dan rizki. Ketika Ummul Mukminin Aisyah radhiallahu ‘anha mendengar suara gaduh kafilah, maka dia bertanya, “Apa yang sedang terjadi di Madinah?” Ada yang menjawab, “Ini kafilah milik Abdurrahman bin Auf radhiallahu ‘anhu yang baru datang dari Syam membawa barang dagangan miliknya.” Aisyah bertanya: “Kafilah membuat kegaduhan seperti ini?” Mereka menjawab, “Ya, wahai Ummul Mukminin, kafilah ini berjumlah 700 unta. ” Ummul Mukminin menggeleng-gelengkan kepalanya, kemudian berkata, “Aku pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Aku bermimpi melihat Abdurrahman bin Auf masuk surga dengan merangkak.” (al-Kanz, no. 33500)
Ana masih bimbang, soalnya hadits ini ana pikir menyangkut aib sahabat. Jazakallahu khair.
(Abu Nabilah)
Jawab:
Hadist ini dikeluarkan oleh Imam Ahmad di dalam Al-Musnad (1/115), Ath-Thabrany di dalam Al-Mu’jam Al-Kabir (1/129) dari jalan ‘Imarah bin Zaadzaan dari Tsabit Al-Bunany, dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu.
Hadist ini sanadnya lemah dan matannya munkar.
Di dalamnya ada ‘Imarah bin Zaadzaan, berkata Ahmad: Dia telah meriwayatkan hadist-hadist mungkar dari Anas (Al-Jarh wat Ta’dil, Ibnu Abi Hatim 6/366)
Berkata Ad-Daruquthny: “ضعيف لا يعتبر به
“Lemah, tidak dianggap riwayatnya.” (Su’aalaat Al-Barqaany lid Daruquthny no:375)
Dan dari segi matan maka hadist ini berisi keterangan bahwa harta itu mencegah seseorang untuk menjadi orang terdepan dalam kebaikan, padahal sebenarnya mengumpulkan harta adalah boleh. Yang tercela adalah apabila mengumpulkan harta dengan cara yang haram dan tidak menunaikan kewajiban di dalamnya. Sedangkan Abdurrahman bin ‘Auf terbebas dari dua keadaan ini. (Lihat Al-Maudhu’at, Ibnul Jauzy 2/13-14)
Sebagian ulama yang berusaha mengumpulkan hadist-hadist yang dha’if dan palsu telah mencantumkan hadist ini dalam buku mereka seperti Ibnul Jauzy dalam Al-Maudhu’aat (2/13) , Ibnul Qayyim dalam Al-Manar Al-Munif (no: 306 ), dan Asy-Syaukany dalam Al-Fawaid Al-Majmu’ah (no: 1184)
Wallahu a’lam.
Ustadz Abdullah Roy, Lc.
Sumber: tanyajawabagamaislam.blogspot.com
🔍 Misteri Syekh Siti Jenar, Bolehkah Shalat Tarawih Sendiri, Minum Mani Suami, Cara Sholat Taubat Dan Waktunya, New Balance Kulit Babi, 40 Hari Menjelang Kematian